
Parenting Anak
Tips Menghindari Risiko Penculikan Anak: Panduan Orang Tua
Penulis: Christovel Ramot
Senin, 10 November 2025
Rating Artikel 5/5
|
9
Bagikan
Akhir-akhir ini masyarakat kembali dikejutkan oleh munculnya berita tindak penculikan anak yang menjadi sorotan publik. Salah satunya ialah laporan mengenai kasus yang terekam kamera di mana pelaku menggandeng dua anak, selain korban utama “Bilqis”.
Laporan tersebut menunjukkan betapa rentannya anak-anak kita terhadap ancaman penculikan bila orang tua dan lingkungan tidak cukup waspada. Kondisi ini tentu memunculkan rasa cemas di kalangan orang tua, bagaimana cara terbaik agar anak-anak kita paham dan bisa memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi situasi seperti ini?
Dalam artikel ini, kita akan membahas mengapa penting untuk mengajarkan anak agar terhindar dari tindak penculikan, bagaimana mengajarkannya, gadget apa yang bisa membantu, dan kapan orang tua harus menghubungi aparat kepolisian.
Baca artikel lainnya: Pahami Golden Age Anak: Umur Berapa & Kenapa Sangat Penting?
Mengapa Perlu Ajarkan Anak tentang Kesadaran Tindak Penculikan
Ada beberapa alasan mengapa pembekalan kepada anak tentang risiko penculikan sangat penting:
1. Angka dan Tren Penculikan Meningkat
Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan laporan media, kasus penculikan anak terus mendapat sorotan. Misalnya, sepanjang tahun 2022 dilaporkan kasus penculikan meningkat dibanding tahun sebelumnya.
Data menunjukkan bahwa ada 14 korban anak dalam dua bulan pertama 2023. Bahkan data nasional menunjukkan seluruh penculikan (tidak hanya anak) pada tahun 2022 mencapai hingga 1.472 kasus, melonjak tajam dari tahun-tahun sebelumnya.
Walaupun kemudian pada 2023 dilaporkan menurun menjadi 206 kasus menurut satu sumber. Dengan demikian, meskipun angka yang dilaporkan bisa fluktuatif dan ada kemungkinan banyak yang tidak dilaporkan, kewaspadaan tetap penting.
2. Anak sebagai Kelompok Rentan
Anak-anak secara fisik dan psikologis masih dalam tahap perkembangan, belum sepenuhnya mampu mengenali bahaya secara mandiri, dan sering kali bergantung kepada orang dewasa. Karena itu, anak membutuhkan pengarahan dan perlindungan ekstra.
3. Lingkup Risiko Luas
Penculikan tidak hanya terjadi di daerah terpencil atau jauh dari pengawasan. Pelaku bisa memanfaatkan momen anak bermain di tempat umum, taman bermain, maupun momen anak berada di lingkungan yang kurang diawasi.
4. Peran Orang Tua & Lingkungan Jadi Kunci
Orang tua, sekolah, pengasuh, dan komunitas menjadi garda terdepan dalam perlindungan anak. Dengan membekali anak agar memiliki kesadaran, maka potensi penculikan bisa diperkecil.
Karena alasan-alasan di atas, mengajarkan anak tentang penculikan bukan sekadar “takut” atau “berlebihan”, melainkan bagian dari pendidikan perlindungan diri yang bisa menjadi bekal seumur hidup – dan ini tentu selaras dengan gaya hidup keluarga yang sehat dan aman.
Baca artikel lainnya: Sindrom Anak Perempuan Pertama, Dampak dan Cara Mengatasi
Cara Mengajarkan Anak Agar Mereka Sadar dan Terhindar dari Tindak Penculikan
Di bagian ini kita akan membahas secara rinci langkah-langkah praktis yang bisa dilakukan orang tua untuk mengajarkan anak agar sadar dan terhindar dari penculikan.
1. Mulai dengan komunikasi terbuka dan sesuai usia
Bicarakan dengan anak dalam bahasa yang mudah dimengerti bahwa ada orang mungkin berniat jahat, tetapi fokuslah pada cara bertindak, bukan menakut-nakuti. Sebuah sumber menyarankan: “Menjelaskan kerawanan penculikan anak” sebagai langkah awal.
Sesuaikan pembicaraan dengan usia anak. Untuk anak balita atau TK, cukup dengan konsep “hanya pergi bersama Mama/Papa atau orang yang kita percayai”. Untuk anak yang lebih besar, bisa ditambahkan konsep “tidak boleh ikut orang asing tanpa izin” atau “beritahu selalu orang tua jika ada yang aneh”.
2. Ajarkan aturan dasar keamanan bersama orang tua
Ajarkan anak bahwa sebelum pergi dari rumah, anak harus memberi tahu Mama atau Papa tentang ke mana akan pergi, dengan siapa, dan kapan akan kembali. Ini membantu orang tua menjaga alur dan mengetahui posisi anak.
Buat kesepakatan bersama: ketika ada orang asing yang mengajak, anak harus bilang: “Saya harus tanya Mama/Papa dulu” atau “Saya harus pulang dulu ke Mama/Papa”. Ajarkan anak untuk selalu berada di tempat yang terbuka dan ramai bila bermain di luar, hindari tempat sepi atau segera beri tahu orang tua jika ditemani orang asing.
3. Latih anak untuk menolak tawaran/permintaan dari orang asing
Ajarkan anak bahwa ia boleh dan harus mengatakan “tidak” jika orang asing menawarkan sesuatu, mengajak jalan-jalan, memberikan hadiah, atau minta bantuan anak melakukan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman.
Contohnya: Jika ada orang yang bilang “tolong cari kucingku”, anak boleh bilang “Maaf, saya harus tanya Mama dulu”.
Jelaskan bahwa meskipun teman atau kerabat orang tua mencoba mengajak, anak tetap harus kembali ke orang tua atau memberitahu dulu. Pelaku sering memanfaatkan kedekatan atau mengenakan identitas “aman”.
Studi kriminologi menyebut modus pelaku: membujuk, mengajak ngobrol, menunjukkan mainan, atau menyamar sebagai teman/kerabat.
4. Kenalkan “orang aman & tempat aman”
Ajarkan anak siapa saja yang bisa dihubungi jika ia sendirian atau merasa tidak nyaman: misalnya, Mama/Papa, saudara, guru, satpam sekolah, atau petugas keamanan.
Tentukan tempat-aman ketika bermain atau berada di luar, misalnya rumah tetangga yang sudah dikenal, pos keamanan sekolah, atau warung yang ibu bapak tahu. Sumber menyarankan: “tempat yang harus didatangi jika tersesat” seperti pos satpam, pusat informasi, kantor polisi.
5. Latih penggunaan nomor darurat dan identitas diri
Ajarkan anak untuk hafal minimal satu nomor telepon orang tua / wali, dan nomor darurat di lingkungan lokal (misalnya 110 di Indonesia untuk kepolisian).
Simpan kartu identitas (meskipun sederhana) di tas anak: nama, alamat, nomor rumah atau orang tua, bisa dalam kartu laminasi. Ini berguna terutama jika anak terlalu pemalu untuk bicara atau terdapat kondisi khusus.
Lakukan simulasi ringan: misalnya “jika saya dan Papa/Mama tidak ada di tempat ini, apa yang kamu lakukan?” Latihan ini menambah kesiapsiagaan anak.
6. Gunakan pengawasan, lingkungan dan teknologi sebagai pendukung
Pastikan anak bermain di lingkungan yang relatif aman: orang tua perlu mengenali teman-teman anak, lingkungan sekitar, jalur anak dari dan ke sekolah atau tempat les. Berdasarkan penelitian, salah satu faktor risiko adalah lemahnya pengawasan orang tua dan lingkungan.
Diskusikan dengan anak pentingnya tidak menunjukkan data pribadi (alamat rumah, nomor telepon, sekolah) kepada orang yang belum dikenal.
Jelaskan bahwa jika ia merasa “ada yang aneh”, “teman baru yang terlalu cepat dekat”, atau “orang asing yang menawarkan sesuatu”, segera bilang ke orang tua atau guru.
7. Konsistensi dan penguatan positif
Orang tua harus konsisten dalam menerapkan aturan keamanan: misalnya selalu meninjau siapa yang menjemput, memastikan anak pulang bersama teman yang dikenali, dan jangan mengabaikan rasa gugup atau perasaan anak yang menyatakan “saya nggak enak”.
Beri pujian ketika anak menerapkan aturan: misalnya “Terima kasih sudah bilang ke Mama bahwa kamu mau pulang” atau “Kamu sudah bagus menolak ajakan orang asing tadi”. Penguatan positif akan memperkuat kebiasaan aman.
8. Diskusi rutin dan evaluasi lingkungan
Setiap beberapa bulan, orang tua bisa berbicara dengan anak: “Apakah kamu merasa aman di sekolah/les/taman? Apakah ada hal yang membuatmu ragu?”
Review lingkungan: jalur pulang sekolah, siapa yang menjemput, apakah ada orang yang belum dikenal di lingkungan bermain anak, pelatihan sekolah atau komunitas orang tua tentang keselamatan anak.
Dengan melakukan langkah-langkah di atas, orang tua tidak hanya “mengajarkan anak takut” tetapi lebih kepada “membekali anak dengan kesadaran dan kemampuan bertindak”, yang penting untuk gaya hidup keluarga yang sehat, aman, dan siap menghadapi risiko.
Baca artikel lainnya: Mengenal Prinsip Parenting, Jenis & Tips Pola Asuh Terbaik
Teknologi yang Sebaiknya Ada dan Menempel pada Anak Agar Terhindar dari Tindak Penculikan
Di era digital saat ini, teknologi dapat mendukung langkah perlindungan anak dari penculikan, namun harus digunakan dengan bijak dan tetap dalam pengawasan orang tua. Berikut gadget atau perangkat yang bisa dipertimbangkan:
1. Gelang atau jam GPS anak
Ada perangkat wearable (gelang pintar atau jam tangan anak) yang dilengkapi fungsi GPS, pelacak lokasi, panggilan darurat satu tombol (panic button), atau membatasi zona aman (geo-fencing). Dengan perangkat ini, orang tua bisa memantau lokasi anak dan anak dapat menekan tombol darurat bila merasa terancam.
2. Smartphone anak dengan aplikasi pelacak dan komunikasi terbatas
Bila anak sudah cukup umur dan boleh membawa smartphone, aktifkan aplikasi pelacak lokasi (misalnya berbagi lokasi secara real time dengan orang tua), aplikasi panggilan darurat, serta atur pembatasan untuk komunikasi hanya dengan nomor tersetujui. Pastikan setting keamanan dan privasi sudah diatur: misalnya GPS selalu aktif ketika anak di luar.
3. ID Card atau Kartu Identitas Anak dalam bentuk digital atau fisik
Walaupun bukan gadget aktif, menempelkan kartu identitas kecil di tas atau pakaian anak yang memuat nama, nomor orang tua/wali, dan nomor darurat bisa sangat membantu bila anak tersesat atau dibawa ke pos keamanan. Seperti disebutkan dalam sumber.
4. Aplikasi panic-button atau sistem keamanan dalam lingkungan sekolah/komunitas
Beberapa sekolah atau komunitas anak memiliki sistem berbasis aplikasi atau tombol darurat yang dapat digunakan oleh anak atau guru bila terjadi situasi darurat. Orang tua sebaiknya mengecek apakah sekolah anak sudah dilengkapi sistem semacam ini.
Tips penggunaan aman gadget ini
- Pastikan gadget/aplikasi dipilih yang sederhana dan mudah digunakan anak, jangan terlalu rumit sehingga anak enggan memakai.
- Pendidikan mengenai penggunaan gadget harus dilakukan: bukan sekadar “pakai” tetapi “apa yang kamu lakukan kalau merasa terancam?”. Simulasi bisa membantu.
- Jangan menjadikan gadget sebagai satu-satunya perlindungan, tetap diperlukan pengawasan manusia (orang tua, guru, lingkungan). Teknologi hanya sebagai pelengkap.
- Tetapkan aturan pemakaian gadget: kapan anak boleh menggunakan, siapa yang boleh menghubungi, kondisi darurat saja, agar tidak menjadi distraksi atau memunculkan risiko lain (misalnya penggunaan aplikasi yang tidak aman).
Dengan demikian, gadget bisa menjadi alat pendukung yang memperkuat pembelajaran keamanan anak, namun bukan pengganti peran orang tua dan lingkungan.
Artikel lainnya: 10 Ciri Anak Sehat Fisik & Mental, Panduan untuk Orang Tua
Kapan Harus Menghubungi Kepolisian dan Cara Melakukannya
Mengetahui kapan dan bagaimana melapor ke aparat kepolisian merupakan langkah penting dalam mekanisme perlindungan anak terhadap penculikan.
Kapan harus menghubungi kepolisian?
Apabila Kpeople mendapati beberapa ciri berikut, segera lapor kepolisian terdekat;
- Bila anak tiba-tiba hilang tanpa pemberitahuan kepada orang tua/wali, dan upaya mencari di lingkungan terdekat belum berhasil dalam waktu wajar.
- Bila anak dibawa oleh orang tak dikenal atau ada dugaan bahwa anak sedang dalam situasi penculikan (misalnya ada ajakan mencurigakan, anak mengatakan ia ingin pergi dengan orang asing, atau dipekerjakan secara ilegal).
- Bila terdapat indikasi trafficking anak (penjualan, pemaksaan, eksploitasi anak) karena penculikan sering terkait dengan tindak kejahatan yang lebih besar.
- Bila anak merasakan ketakutan, ancaman, atau berada di lokasi yang tidak dikenal dan tidak dapat kembali dalam waktu cepat ke orang tua/wali.
Artikel Lainnya: Kapan Sebaiknya Anak Pisah Kamar Tidur dengan Orang Tua?
Cara melakukan laporan ke polisi di Indonesia
Ada beberapa langkah yang Kpeople sebagai orang tua bisa lakukan:
- Hubungi nomor darurat kepolisian: 110 (yang saat ini banyak digunakan untuk pengaduan polisi).
- Dari lokasi kejadian atau bila dalam mobilitas, bisa hubungi polres/polsek terdekat di wilayah Anda.
- Jika memungkinkan, sediakan informasi sebanyak-mungkin: identitas anak (nama, usia, tinggi badan, pakaian saat hilang), foto terakhir anak, waktu dan tempat terakhir terlihat, deskripsi orang/kendaraan yang mencurigakan jika ada.
- Orang tua juga bisa menghubungi pihak sekolah, komunitas anak, dan pengasuh anak untuk mendampingi laporan, karena akan mempercepat koordinasi.
- Pastikan juga untuk lapor ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) atau Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) setempat bila kasus melibatkan eksploitasi anak atau perdagangan anak.
- Simpan catatan kronologi lengkap dan bukti bila ada (rekaman CCTV, foto, saksi) untuk membantu proses penanganan.
Orang tua perlu menyadari bahwa kecepatan dalam pelaporan dan koordinasi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan evakuasi atau penyelamatan anak dalam kasus penculikan.
Sebagai penutup, melindungi anak agar terhindar dari tindak penculikan adalah bagian tak terpisahkan dari gaya hidup keluarga yang sehat dan aman. Dengan memahami bahwa ancaman penculikan anak tidak boleh dianggap enteng karena data maupun pengalaman menunjukkan anak adalah kelompok rentan, maka orang tua harus aktif menerapkan langkah-langkah preventif.
Mulai dari komunikasi terbuka dengan anak, pengajaran aturan dasar keamanan, latihan menolak situasi berbahaya, pengenalan gadget pendukung, hingga memastikan tahu kapan harus melapor ke polisi. Kunci utama adalah konsistensi dan kolaborasi antara orang tua, sekolah, lingkungan dan teknologi.
Untuk terus mendukung Kpeople memberikan pengasuhan anak yang terbaik, KPeople bisa membaca tips parenting lainnya yang ada di Kpoin. Tidak hanya itu, dengan Kpoin, Kpeople juga bisa kumpulkan poin belanja produk KALBE dan menukarkannya dengan beragam voucher menarik.
Yuk download aplikasi KPoin di App Store ataupun Google Play Store sekarang juga!
Semoga artikel ini membantu Mama dan Papa membekali buah hati dengan kesadaran, kesiapsiagaan, dan lingkungan yang lebih aman. Anak yang terlindungi adalah langkah awal menuju masa depan yang lebih cerah.
Daftar Referensi dan Pustaka
- Silvia Dwi Saputri, Istijab, Kristina Sulatri. “Tindak Pidana Penculikan Anak dalam Perspektif Kriminologi.” Jurnal Ilmiah Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan, Vol. 5 No. 3, Universitas Merdeka Pasuruan, Desember 2023.
- “Waspada, Jumlah Anak Korban Penculikan Makin Banyak.” Pusat Informasi Kriminal Nasional (PUSIKNAS) POLRI. 2022.
- “Kasus Penculikan di Indonesia Kembali Melonjak Tajam pada 2022.” Databoks Katadata, 20 Desember 2023.
- “3 Saran Kriminolog agar Anak Tak Jadi Korban Penculikan.” HaiBunda. 5 Januari 2023.
- “10 Tips Mencegah Penculikan Anak dari Federasi Serikat Guru Indonesia.” Tempo, 4 Januari 2023.
- “Orang Tua Wajib Tahu! Penculikan Anak Rawan Terjadi pada Sore Hari.” PUSIKNAS POLRI.
Komentar
devita • Rating 5/5
Rabu, 12 November 2025
Admin KPoin
Rabu, 12 November 2025
novia nika sari • Rating 5/5
Rabu, 12 November 2025
Admin KPoin
Rabu, 12 November 2025
santika • Rating 5/5
Rabu, 12 November 2025
Admin KPoin
Rabu, 12 November 2025
mulia syam • Rating 5/5
Selasa, 11 November 2025
Admin KPoin
Rabu, 12 November 2025
muhammad adit • Rating 5/5
Selasa, 11 November 2025
Admin KPoin
Rabu, 12 November 2025
supiyani • Rating 5/5
Selasa, 11 November 2025
Admin KPoin
Rabu, 12 November 2025
reyna satya nugraha • Rating 5/5
Selasa, 11 November 2025
Admin KPoin
Selasa, 11 November 2025
andreas limarga • Rating 5/5
Senin, 10 November 2025
Admin KPoin
Selasa, 11 November 2025
dwinurohmah • Rating 5/5
Senin, 10 November 2025
Admin KPoin
Selasa, 11 November 2025
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi KPoin untuk berikan komen.



