
Parenting Anak
Sindrom Anak Perempuan Pertama, Dampak dan Cara Mengatasi

Penulis: Christovel Ramot
Selasa, 14 Oktober 2025
Rating Artikel 5/5
|
1
Bagikan
Sindrom Anak Perempuan Pertama atau Eldest Daughter Syndrome (juga dikenal sebagai First Daughter Syndrome) kerap tidak disadari orang tua. Istilah ini menggambarkan tekanan emosional, beban tanggung jawab, dan ekspektasi tinggi yang diberikan terutama kepada anak perempuan pertama dalam keluarga.
Karena informal dan bukan diagnosis klinis resmi, banyak orang meremehkan pengaruhnya, padahal, jika dibiarkan, kondisi ini bisa berdampak buruk bagi kesejahteraan mental anak dan menciptakan efek domino di dalam dinamika keluarga.
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam: apa itu sindrom tersebut, bagaimana cara mengenalinya, apa penyebabnya, apa efek negatifnya terhadap keluarga, dan, terpenting, bagaimana cara mengatasi dari sisi orang tua maupun anak agar beban tidak terus membebani hubungan emosional di dalam rumah tangga.
Apa itu Sindrom Anak Perempuan Pertama?
Istilah Sindrom Anak Perempuan Pertama atau Eldest Daughter Syndrome (EDS) digunakan secara populer untuk menggambarkan pola psikososial di mana anak perempuan tertua dalam keluarga menerima beban tanggung jawab, harapan, dan peran emosional yang lebih berat dibanding saudara kandungnya.
Beberapa poin penting terkait definisinya:
- Bukan diagnosis klinis resmi: EDS bukanlah kondisi yang diakui dalam panduan diagnosa kesehatan mental seperti DSM-5, melainkan fenomena psikologis yang digambarkan berdasar pengalaman banyak individu.
- Tekanan emosional & tanggung jawab: Anak perempuan sulung sering kali merasa harus menjaga keharmonisan keluarga, membantu mengurus adik, dan menjadi penengah konflik, baik konflik antar orang tua maupun antar saudara.
- Harapan tinggi: Orang tua dan lingkungan mungkin menaruh harapan besar terhadap anak sulung perempuan agar menjadi ‘teladan’ dalam prestasi akademik, perilaku, dan kepatuhan.
- Functional parentification: Dalam psikologi, ada konsep parentification, anak mengambil peran pengasuh atau mediator dalam keluarga secara tidak proporsional. EDS bisa dilihat sebagai bentuk spesifik dari parentification yang diarahkan kepada anak perempuan sulung.
- Fenomena lintas budaya: Meskipun istilah ini populer di media sosial dan komunitas parenting, banyak kisah serupa di berbagai budaya, terutama yang memiliki nilai tradisional gender dan pembagian tugas domestik yang berbasis peran perempuan.
Karena itu, meskipun tidak bersifat “diagnosa medis”, EDS adalah sinyal bahwa ada pola beban emosional yang perlu diperhatikan agar tidak berkembang menjadi masalah psikologis lebih serius.
Baca artikel lainnya: Panduan Kesehatan Mental Remaja: Kenali Masalah & Solusinya
Cara Mengenali Sindrom Ini & Ciri-Cirinya?
Bagaimana kita tahu apakah seseorang, anak perempuan sulung di suatu keluarga mengalami EDS? Berikut beberapa ciri dan tanda yang sering muncul menurut literatur populer dan pengamat parenting:
- Perfeksionisme berlebihan: Anak sulung perempuan dengan EDS sering menetapkan standar sangat tinggi untuk dirinya sendiri dan merasa gagal jika tidak memenuhi ekspektasi tersebut.
- Kecemasan dan stres kronis: Karena merasa harus selalu “siap sedia” untuk membantu, menyelesaikan permasalahan, atau menjaga suasana rumah damai, beban emosional dapat memicu kecemasan yang terus-menerus.
- Sulit mengenali atau mengekspresikan identitas diri: Karena peran “penolong” atau “penengah” sudah melekat, anak bisa kesulitan memahami apa yang ia inginkan sendiri, kadang merasa identitasnya melebur ke keinginan orang lain.
- Merasa bersalah jika menolak permintaan atau waktu untuk diri sendiri: Rasa urut hati atau takut mengecewakan keluarga membuat anak sulit menetapkan batasan (boundary).
- Memendam emosi & kesulitan meminta tolong: Sering menanggung beban sendiri tanpa berbicara, karena merasa bahwa “itu sudah tanggung jawab saya” atau takut dianggap lemah.
- Merasa harus menjadi penjaga keseimbangan keluarga: Bila terjadi pertengkaran atau konflik antara orang tua atau antara saudara, anak perempuan sulung merasa bertanggung jawab mengembalikan ke harmonis.
- Kelelahan emosional / burnout: Tuntutan tanggung jawab yang tinggi dan jarang waktu pemulihan emosional bisa menyebabkan burnout bahkan di usia relatif muda.
- Terlalu mengutamakan kebutuhan orang lain (people pleasing): Kecenderungan untuk selalu mengalah dan memprioritaskan kebutuhan orang lain dibanding dirinya sendiri.
- Kesulitan mendelegasikan atau membagi tugas: Karena merasa sendirilah yang paling mampu atau paling bertanggung jawab, sulit mempercayakan pekerjaan atau membiarkan orang lain membantu.
Tentu saja, tidak semua anak sulung perempuan akan menunjukkan semua ciri ini. Tetapi kehadiran beberapa tanda secara konsisten bisa menjadi sinyal bahwa beban emosional tersebut perlu ditangani.
Baca artikel lainnya: 12 Penyebab Terlambat Haid pada Remaja dan Solusinya
Penyebab Sindrom Anak Perempuan Pertama
Untuk memahami bagaimana EDS bisa tumbuh, penting melihat faktor-faktor penyebabnya. Beberapa penyebab yang sering dikemukakan:
a. Ekspektasi dan budaya peran gender
Dalam banyak budaya, ada pandangan tradisional bahwa perempuan harus lebih lembut, sabar, mengurus rumah, dan menjaga hubungan interpersonal. Anak perempuan sulung secara tak langsung dibebani untuk “memenuhi peran itu” lebih awal.
b. Pembiasaan dan pembelajaran dari orang tua
Orang tua, terutama yang belum punya pengalaman atau kecenderungan perfeksionis, kadang menuntut lebih tinggi dari anak sulung karena ingin memberikan contoh terbaik atau berharap “anak pertama tumbuh lebih baik.”
c. Parentification / peran pengasuh sejak kecil
Anak perempuan pertama sering “diterjunkan” membantu menangani konflik, menjadi mediator, menjaga adik-adik, hingga mengurus pekerjaan rumah tangga yang lebih banyak daripada anak lain. Ini bisa memicu peran pengasuhan lebih awal daripada seharusnya.
d. Stress prenatal atau faktor biologis
Beberapa penelitian awal menunjukkan bahwa tekanan ibu selama kehamilan (stres prenatal) bisa mempengaruhi perkembangan hormon anak, misalnya memicu pubertas adrenal lebih awal pada anak perempuan sulung.
e. Pola asuh yang tidak seimbang antar saudara
Kadang orang tua secara tidak sadar memperlakukan anak sulung berbeda dibanding anak bungsu atau anak tengah—misalnya, menuntut lebih tinggi, mempercayakan tugas lebih berat, atau memberi tanggung jawab ekstra.
f. Karakter bawaan dan kepribadian
Beberapa anak memang memiliki kecenderungan kepribadian yang lebih sensitif, perfeksionis, atau responsif terhadap kebutuhan orang lain. Jika karakter tersebut dipadukan dengan ekspektasi tinggi, EDS bisa tertanam lebih dalam.
Secara ringkas, EDS muncul dari kombinasi faktor internal (kepribadian, sensitivitas) dan eksternal (harapan orang tua, budaya, pola asuh).
Baca artikel lainnya: Pahami Kesehatan Reproduksi Remaja: Panduan untuk Orang Tua
Efek Negatif Sindrom Anak Perempuan Pertama pada Keluarga
Jika tidak disadari dan ditangani, EDS bisa berdampak negatif, baik pada anak itu sendiri maupun pada dinamika keluarga. Berikut beberapa efek yang mungkin muncul:
1. Gangguan kesehatan mental
Kecemasan kronis, depresi ringan atau berat, perasaan tidak pernah cukup baik, dan burnout emosional cenderung lebih mungkin muncul.
2. Identitas diri yang kurang stabil
Karena selalu menyesuaikan diri dengan kebutuhan orang lain, anak bisa kesulitan mengenal keinginan dan tujuan hidupnya sendiri di luar ekspektasi keluarga.
3. Hubungan interpersonal yang timpang
Dalam hubungan sosial atau romantis, mereka mungkin cenderung memberi lebih dari menerima, kesulitan menetapkan batas, atau mudah merasa bersalah jika punya kebutuhan pribadi.
4. Konflik dalam keluarga
Karena beban tak terlihat, anak sulung bisa merasa lelah dan lama-lama menyimpan kecewa. Jika orang tua tidak menyadari, bisa muncul ketegangan, iritasi, atau konflik yang kurang terang.
5. Rendahnya efektivitas fungsi keluarga
Jika satu orang memikul terlalu banyak beban, anggota lain bisa menjadi pasif atau kurang berkembang dalam tanggung jawab mereka sendiri. Pembagian tugas yang tidak merata bisa memicu ketidakseimbangan dalam kerja sama keluarga.
6. Dampak fisik
Stres emosional kronis turut berpotensi memicu masalah tidur, gangguan makan, kelelahan fisik, atau gangguan psikosomatis (misalnya sakit kepala, gangguan pencernaan), meskipun penelitian khusus EDS terhadap gejala fisik masih terbatas.
Baca artikel lainnya: Usia Berapa Anak Boleh Pakai Skincare? Panduan Tuk Orang Tua
Bagaimana Mengatasi Sindrom Ini: dari Segi Orang Tua dan Anak
Untuk meredam dampak EDS dan mencegah beban negatifnya bertambah besar, intervensi perlu dilakukan baik oleh orang tua maupun anak sendiri. Berikut strategi yang direkomendasikan:
Dari sisi orang tua (pengasuh)
- Sadar dan edukasi diri: Orang tua perlu menyadari bahwa memberi tanggung jawab terlalu berat kepada anak perempuan sulung bisa berdampak negatif. Mencari literatur, berdiskusi dengan ahli parenting atau psikolog bisa membantu membuka kesadaran.
- Mengurangi ekspektasi yang tidak realistis: Evaluasi kembali harapan terhadap anak sulung: apakah terlalu tinggi, tidak proporsional dibanding anak lain, atau tidak mempertimbangkan kapasitas emosional mereka.
- Pembagian tugas secara adil & proporsional: Pastikan tugas rumah atau tanggung jawab keluarga dibagi rata berdasarkan usia, kapasitas, dan kesempatan belajar, tidak sepenuhnya berfokus pada anak pertama perempuan.
- Memberi ruang untuk kegagalan & pembelajaran: Izinkan anak melakukan kesalahan, belajar dari kesalahan, dan tumbuh tanpa tekanan selalu berhasil. Dorong nilai proces lebih dari hasil sempurna.
- Membangun komunikasi terbuka & empati: Fasilitasi ruang obrolan jujur dengan anak, tanyakan bagaimana perasaannya, apakah merasa terbebani, dan dorong agar dia menyuarakan kebutuhan.
- Menghargai usaha & memberi apresiasi: Ketika anak sulung membantu atau memiliki pencapaian, ungkapkan apresiasi secara verbal, dan siarkan bahwa kontribusinya diakui, bukan dianggap kewajiban semata.
- Mengajarkan batasan (boundary): Ajari anak pentingnya berkata “tidak” ketika beban terlalu berat, dan bantu mereka punya hak untuk menolak tugas tambahan jika melebihi kemampuan.
Dari sisi anak / remaja (anak perempuan sulung)
- Menyadari & mengenali perasaan: Langkah pertama adalah mengenali bahwa beban yang dirasakan bukan semata “kelemahan diri”, tetapi bisa jadi akibat pola keluarga. Menuliskan jurnal emosi atau refleksi diri bisa membantu.
- Membangun support system / jaringan dukungan: Berbagi cerita dengan teman, saudara dekat, atau bergabung dengan komunitas yang punya pengalaman serupa bisa membuat beban terasa lebih ringan.
- Menetapkan batasan yang sehat: Belajar mengatakan “tidak” tanpa merasa bersalah, dan membagi waktu antara tugas keluarga dan ruang pribadi agar tidak habis untuk keperluan orang lain saja.
- Merawat diri sendiri (self-care): Sisihkan waktu untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan: hobi, olahraga, relaksasi, istirahat mental. Ingat bahwa merawat diri bukan egois, melainkan penting demi keseimbangan.
- Meminta bantuan dan delegasi: Tidak harus memikul semua sendiri. Jika ada anggota keluarga lain yang bisa membantu, minta tolong dan percaya mereka mampu.
- Terapi atau konseling: Jika beban emosional terasa berat dan memengaruhi fungsi sehari-hari (misalnya mengganggu sekolah, hubungan sosial, mood), pertimbangkan bantuan profesional (psikolog / konselor).
- Mengeksplorasi identitas diri sendiri di luar peran keluarga: Temukan minat, bakat, mimpi pribadi dan beri ruang untuk mengembangkannya. Bukan sekadar sebagai “kakak yang baik” tetapi sebagai individu yang punya hak tumbuh.
Dengan kombinasi dukungan dari orang tua dan kesadaran anak, beban bisa tereduksi, dan hubungan keluarga tetap harmonis.
Baca artikel lainnya: Toxic Parenting: Ciri, Dampak pada Anak & Cara Menyikapinya
Sindrom Anak Perempuan Pertama atau Eldest Daughter Syndrome adalah fenomena psikososial di mana anak perempuan sulung dalam keluarga merasa dibebani tanggung jawab emosional dan praktis lebih besar dibanding saudara kandungnya. Meskipun bukan diagnosis medis resmi, dampaknya terhadap kesehatan mental dan dinamika keluarga nyata dan perlu diwaspadai.
Ciri khasnya meliputi perfeksionisme, kecemasan, kesulitan mengenali identitas diri, kelelahan emosional, dan kecenderungan selalu memprioritaskan kebutuhan orang lain. Faktor penyebabnya mencakup ekspektasi budaya, pola asuh tidak seimbang, parentification, dan karakter bawaan.
Namun, EDS tidak “tak terobati.” Dengan kesadaran orang tua terhadap pola tuntutan, pembagian tugas yang adil, komunikasi terbuka, serta upaya anak dalam menetapkan batas, merawat diri, dan mencari dukungan, beban tersebut dapat dikelola. Intervensi dini sangat penting agar EDS tidak berkembang menjadi gangguan kecemasan, depresi, atau konflik keluarga berkepanjangan.
Apabila Anda tertarik membaca artikel menarik lainnya tentang kesehatan mental, orang tua, atau perkembangan anak, Anda dapat menjelajah di blog resmi kami. Selain itu, jangan lupa untuk kumpulkan poin dari belanja produk KALBE dengan cara mengunduh aplikasi KPOIN yang tersedia di App Store dan Google Play Store, agar belanja Anda juga memberi manfaat ekstra.
Daftar Referensi dan Pustaka
- “7 Tanda Anak Sulung Punya ‘Eldest Daughter Syndrome’”, Haibunda, 2025.
- “Mengenal Sindrom Anak Perempuan Pertama yang Viral di Medsos dan Tanda Perlu Diwaspadai”, Haibunda, 2024.
- “Eldest Daughter Syndrome, Benarkah Menjadi Anak Perempuan Sulung
- Mempengaruhi Kepribadian dan Kesehatan Mental?”, JawaPos, 2024.
- “Eldest Daughter Syndrome pada Anak Perempuan Tertua, Apa Maksudnya?”, Kumparan, 2023.
- “Understanding ‘Eldest Daughter Syndrome’”, Deshna Chatterjee (ResearchGate), 2025.
- “Eldest Daughter Syndrome: The Weight of Being the Firstborn Girl”, Talkspace, 2025
Komentar

uswatul qoiriyah • Rating 5/5
Selasa, 14 Oktober 2025

Admin KPoin
Selasa, 14 Oktober 2025
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi KPoin untuk berikan komen.